HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia
diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah, alaqah,
dan mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki
berbagai kemampuan. Oleh karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia yang
telah diberikan Allah Swt.
Al-Quran tidak
menjelaskan asal-usul kejadian manusia secara rinci. Dalam hal ini al-Quran
hanya menjelaskan mengenai prinsip-prinsipnya saja. Ayat-ayat mengenai hal
tersebut terdapat dalam surat Nuh 17, Ash-Shaffat 11, Al-Mukminuun 12-13,
Ar-Rum 20, Ali Imran 59, As-Sajdah 7-9, Al-Hijr 28, dan Al-Hajj 5.
Al-Quran
menerangkan
bahwa manusia berasal tanah dengan mempergunakan bermacam-macam istilah, seperti: Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah. Hal ini dapat diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-macam unsur kimiawi yang terdapat dari tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, al-Quran tidak menjelaskan secara rinci. Manusia yang sekarang ini, prosesnya dapat diamati meskipun secara bersusah payah. Berdasarkan pengamatan yang mendalam dapat diketahui bahwa manusia dilahirkan ibu dari rahimnya yang proses penciptaannya dimulai sejak pertemuan antara permatozoa dengan ovum.
bahwa manusia berasal tanah dengan mempergunakan bermacam-macam istilah, seperti: Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah. Hal ini dapat diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-macam unsur kimiawi yang terdapat dari tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, al-Quran tidak menjelaskan secara rinci. Manusia yang sekarang ini, prosesnya dapat diamati meskipun secara bersusah payah. Berdasarkan pengamatan yang mendalam dapat diketahui bahwa manusia dilahirkan ibu dari rahimnya yang proses penciptaannya dimulai sejak pertemuan antara permatozoa dengan ovum.
BAB II
PEMBAHASAN
Ayat-ayat yang
menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari tanah, umumnya dipahami secara
lahiriah. Hal itu menimbulkan pendapat bahwa manusia benar-benar dari tanah,
dengan asumsi karena Tuhan berkuasa , maka segala sesuatu dapat terjadi.
Akan tetapi ada
sebagian umat Islam yang berpendapat bahwa Adam bukan manusia pertama. Pendapat
tersebut didasarkan atas asumsi bahwa ayat-ayat yang menerangkan bahwa manusia
diciptakan dari tanah tidak berarti bahwa semua unsur kimia yang ada dalam
tanah ikut mengalami reaksi kimia. Hal itu seperti pernyataan bahwa
tumbuh-tumbuhan bahan makanannya dari tanah, karena tidak semua unsur kimia
yang ada dalam tanah ikut diserap oleh tumbuh-tumbuhan, tetapi sebagian saja.
Oleh karena itu bahan-bahan pembuat manusia yang disebut dalam al-Quran hanya
merupakan petunjuk manusia yang disebut dalam al-Quran, hanya merupakan
petunjuk dimana sebenarnya bahan-bahan pembentuk manusia yaitu ammonia, menthe,
dan air terdapat, yaitu pada tanah, untuk kemudian bereaksi kimiawi. Jika
dinyatakan istilah “Lumpur hitam yang diberi bentuk” (mungkin yang dimaksud
adalah bahan-bahan yang terdapat pada Lumpur hitam yang kemudian diolah dalam
bentuk reaksi kimia). Sedangkan kalau dikatakan sebagai tembikar yang dibakar,
maka maksudnya adalah bahwa proses kejadiannya melalui oksidasi pembakaran.
Pada zaman dahulu tenaga yang memungkinkan terjadinya sintesa cukup banyak dan
terdapat di mana-mana seperti panas dan sinar ultraviolet.
Ayat yang
menyatakan (zahir ayat) bahwa jika Allah menghendaki sesuatu jadi maka jadilah
(kun fayakun), bukan ayat yang menjamin bahwa setiap yang dikehendaki Allah
pasti akan terwujud seketika. Dalam hal ini harus dibedakan antara kalimat kun
fayakun dengan kun fa kana. Apa yang dikehendaki Allah pasti terwujud dan
terwujudnya mungkin saja melalui suatu proses. Hal ini dimungkinkan karena
segala sesuatu yang ada didunia juga mengalami prosi yang seperti dinyatakan
antara lain dalam surat al-A’la 1-2 dan Nuh 14.
Jika
diperhatikan surat Ali Imran 59 dimana Allah menyatakan bahwa penciptaan Isa
seperti proses penciptaan Isa seperti proses penciptaan Adam, maka dapat
menimbulkan pemikiran bahwa apabila isa lahir dari sesuatu yang hidup, yaitu Maryam,
maka Adam lahir pula dari sesuatu yang hidup sebelumnya. Hal itu karena kata “tsumma”
yang berarti kemudian, dapat juga berarti suatu proses.
Perbedaan
pendapat tentang apakah adam manusia pertama atau tidak, diciptakan langsung
atau melalui suatu proses tampaknya tidak akan ada ujungnya karena
masing-masing akan teguh pada pendiriannya. Jika polemik ini senantiasa
diperpanjang, jangan-jangan hanya akan menghabiskan waktu dan tidak sempat lagi
memikirkan tentang status dn tugas yang telah ditetapkan Allah pada manusia
al-Quran cukup lengkap dalam memberikan informasi tentang itu.
Untuk memahami
informasi tersebut secara mendalam, ahli-ahli kimi, biologi, dan lain-lainnya
perlu dilibatkan, agar dalam memahami ayat-ayat tersebut tidak secara harfiah.
Yang perlu diingatkan sekarang adalah bahwa manusia oleh Allah, diharapkan
menjadi khalifah (pemilih atau penerus ajaran Allah). Status manusia sebagai
khalifah, dinyatakan dalam al-Baqarah 30. Kata khalifah berasal dari
kata khalafa yakhlifu khilafatan atau khalifatan yang berarti
meneruskan, sehingga kata khalifah dapat diartikan sebagai pemilih atau penerus
ajaran Allah. Kebanyakan umat Islam menerjemahkan dengan pemimpin atau
pengganti, yang biasanya dihubunkan dengan jabatan pimpinan umat Islam sesudah
Nabi Muhammad saw wafat, baik pimpinan yang termasuk khulafaurrasyidin maupun
di masa Muawiyah-‘Abbasiah.
Perlu diingat
bahwa istilah khalifah pernah dimunculkan Abu bakar pada waktu dipercaya untuk
memimpin umat Islam. Pada waktu itu beliau mengucapkan inni khalifaur
rasulillah, yang berarti aku adalah pelanjut sunah rasulillah. Dalam pidatonya
setelah diangkat oleh umat Islam, abu bakar antara lain menyatakan “selama saya
menaati Allah, maka ikutilah saya, tetapi apabila saya menyimpang, maka
luruskanlah saya”. Jika demikian pengertian khalifah, maka tidak setiap manusia
mampu menerima atau melaksanakan kekhalifahannya. Hal itu karena kenyataan
menunjukkan bahwa tidak semua orang mau memilih ajaran Allah.
Dalam
penciptaannya manusia dibekali dengan beberapa unsure sebagai kelengkapan dalam
menunjang tugasnya. Unsur-unsur tersebut ialah : jasad ( al-Anbiya’ : 8, Shad :
34 ). Ruh (al-Hijr 29, As-Sajadah 9, Al-anbiya’ :91 dan lain-lain); Nafs
(al-Baqarah 48, Ali Imran 185 dan lain-lain ) ; Aqal ( al-Baqarah 76, al-Anfal
22, al-Mulk 10 dan lain-lain); dan Qolb ( Ali Imran 159, Al-Ara’f 179, Shaffat
84 dan lain-lain ). Jasad adalah bentuk lahiriah manusia, Ruh adalah daya
hidup, Nafs adalah jiwa , Aqal adalah daya fakir, dan Qolb adalah daya rasa. Di
samping itu manusia juga disertai dengan sifat-sifat yang negatif seperti lemah
( an-Nisa 28 ), suka berkeluh kesah ( al-Ma’arif 19 ), suka bernuat zalim dan
ingkar ( ibrahim 34), suka membantah ( al-kahfi 54 ), suka melampaui batas (
al-‘Alaq 6 ) suka terburu nafsu ( al-Isra 11 ) dan lain sebagainya. Hal itu
semua merupakan produk dari nafs , sedang yang dapat mengendalikan kecenderungan
negatif adalah aqal dan qolb. Tetapi jika hanya dengan aqal dan qolb,
kecenderungan tersebut belum sepenuhnya dapat terkendali, karena subyektif.
Yang dapat mengendalikan adalah wahyu, yaitu ilmu yang obyektif dari Allah.
Kemampuan seseorang untuk dapat menetralisasi kecenderungan negatif tersebut (
karena tidak mungkin dihilangkan sama sekali) ditentukan oleh kemauan dan
kemampuan dalam menyerap dan membudayakan wahyu.
Berdasarkan
ungkapan pada surat al-Baqarah 30 terlihat suatu gambaran bahwa Adam bukanlah
manusia pertama, tetapi ia khalifah pertama. Dalam ayat tersebut, kata yang
dipakai adalah jaa’ilun dan bukan khaaliqun. Kata khalaqa
mengarah pada penciptaan sesuatu yang baru, sedang kata ja’ala mengarah pada
sesuatu yang bukan baru,dengan arti kata “memberi bentuk baru”. Pemahaman
seperti ini konsisten dengan ungkapan malaikat yang menyatakan “ apakah engkau
akan menjadikan di bumi mereka yang merusak alam dan bertumpah darah?” ungkapan
malaikat tersebut memberi pengertian bahwa sebelum adam diciptakan, malaikat
melihat ada makhluk dan jenis makhluk yang dilihat adalah jenis yang selalu
merusak alam dan bertumpah darah. Adanya pengertian seperti itu dimungkinkan,
karena malaikat tidak tahu apa yang akan terjadi pada masa depan, sebab yang tahu
apa yang akan terjadi dimasa depan hanya Allah.
Dengan demikian
al-Quran tidak berbicara tentang proses penciptaan manusia pertama. Yang
dibicarakan secara terinci namun dalam ungkapan yang tersebar adalah proses
terciptanya manusia dari tanah, saripati makanan, air yang kotor yang keluar
dari tulang sulbi, alaqah, berkembang menjadi mudgah, ditiupkannya ruh,
kemudian lahir ke dunia setelah berproses dalam rahim ibu. Ayat berserak,
tetapi dengan bantuan ilmu pengetahuan dapat dipahami urutannya. Dengan
demikian, pemahaman ayat akan lebih sempurna jika ditunjang dengan ilmu
pengetahuan.
Oleh karena
al-Quran tidak bicara tentang manusia pertama. Biarkanlah para saintis
berbicara tentang asal-usul manusia dengan usaha pembuktian yang berdasarkan
penemuan fosil. Semua itu bersifat sekedar pengayaan saint untuk menambah
wawasan pendekatan diri pada Allah. Hasil pembuktian para saintis hanya
bersifat relatif dan pada suatu saat dapat disanggah kembali, jika ada penemuan
baru. Misalnya, mungkinkah penemuan baru itu dilakukan oleh ulama Islam?
Persamaan dan
perbedaan manusia dengan makhluk lain
Dibanding makhluk lainnya manusai mempunyai kelebihan-kelebihan. Kelebihan-kelebihan itu membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan manusia adalah kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, baik didarat, dilaut, maupun diudara. Sedangkan binatang bergerak diruang yang terbatas. Walaupun ada binatang yang bergerak didarat dan dilaut, namun tetap saja mempunyai keterbatasan dan tidak bisa melampaui manusia. Mengenai kelebihan manusia atas makhluk lain dijelaskan surat al-Isra’ ayat 70.
Dibanding makhluk lainnya manusai mempunyai kelebihan-kelebihan. Kelebihan-kelebihan itu membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan manusia adalah kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, baik didarat, dilaut, maupun diudara. Sedangkan binatang bergerak diruang yang terbatas. Walaupun ada binatang yang bergerak didarat dan dilaut, namun tetap saja mempunyai keterbatasan dan tidak bisa melampaui manusia. Mengenai kelebihan manusia atas makhluk lain dijelaskan surat al-Isra’ ayat 70.
Disamping itu,
manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan
Allah, berupa al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu
berbudaya. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin :
95:4). Namun demikian, manusia akan tetap bermartabat mulia kalau mereka
sebagai khalifah ( makhluk alternatif ) tetap hidup dengan ajaran Allah ( QS.
Al-An’am : 165). Karena ilmunya itulah manusia dilebihkan ( bisa dibedakan)
dengan makhluk lainnya.
Jika manusia
hidup dengn ilmu selain ilmu Allah, manusia tidak bermartabat lagi. Dalam
keadaan demikian manusia disamakan dengan binatang, “mereka itu seperti
binatang ( ulaaika kal an’aam ), bahkan lebih buruk dari binatang ( bal hum
adhal ). Dalam keadaan demikian manusia bermartabat rendah ( at-Tiin : 4 ).
BAB III
KESIMPULAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar